Hari sepi
Josep Viar Suhendar
"Takan terkubur duniamu, takan tekubur!"
dibulan itu dia pergi diantar do'a-do'a hampa dengan isak sajak yang rahasia
seorang wanita hamil duduk di trotoar bayi dipangkuannya
mengulum ibu jari merah ungu
bukan di mana bukan pula ke mana
tapi di sini, nun di makam pengamen itu
piatu untuk seorang bayi tanpa seorang bapak
GRJS
Bang Togar
Joseph Viar Suhendar
Semalam tidurmu igaukan hidup di istana jadi raja tak berkawan
Teriakanmu lemah kawan, kemudian menghilang
Ah...teriakan begitu mana mungkin didengar para penumpang
Ingat hidup hanya sekecup buih
saksikan pedagang-pedagang pengeluh
jiwa-jiwa lunglai putus asa
berkali benturkan tubuh pada harga yang tak pernah diam
Hidup hanya sekecup buih, kawan
sekejap lenyap kenapa tak kau angankan jadi Tuhan menari riang di awan tak berkawan
GRJS
Penantian
Joseph Viar Suhendar
Perempuan murung itu semalam
tak henti menuliskan nama anaknya
pada jalan yang membentang hitam tak berujung
Ia cemas saat satPol-PP
meyeret anaknya
dibawa entah kemana
Anaknya menghilang pada kelokan jalan itu
Terdengar raung serine seperti
teriakan maling minta amoun saat dipukuli
Nama sekecil pun diucapkannya, kemudian
dilukis matanya yang sayu, bibir pucat dan gemetar
seketika ia pun memekik, terkenang
nasib anaknya yang bekerja sebagai joki.
tangan perempuan itu lunglai, warna hitam, gores lemah
merasa ada benang menusuk, melilit jantungnya
Dan ribuan anak yang senasib dengan anaknya menangis di sisinya
Siapakah yang bisa mengubah kenyataan ini
Mahasiswa, Seniman, Kiyai
Atau ribuan nama partai yang anda dukung
Ahh...entahlah
Aku dan Agnes Monika
Joseph Viar Suhendar
Aku menunggu depan tv
Agnes Monika Cuma lalu
Aku selalu rindu
Dan Agnes Monika tidak tahu
Aku menanti waktu
Waktu aku bertemu
Aku melupakan semua hayalanku
Karena Agnes Monika enggan menatapku
Aku kini berhati pilu
Pada gadis yang tak mau tahu.
GRJS
Josep Viar Suhendar
"Takan terkubur duniamu, takan tekubur!"
dibulan itu dia pergi diantar do'a-do'a hampa dengan isak sajak yang rahasia
seorang wanita hamil duduk di trotoar bayi dipangkuannya
mengulum ibu jari merah ungu
bukan di mana bukan pula ke mana
tapi di sini, nun di makam pengamen itu
piatu untuk seorang bayi tanpa seorang bapak
GRJS
Bang Togar
Joseph Viar Suhendar
Semalam tidurmu igaukan hidup di istana jadi raja tak berkawan
Teriakanmu lemah kawan, kemudian menghilang
Ah...teriakan begitu mana mungkin didengar para penumpang
Ingat hidup hanya sekecup buih
saksikan pedagang-pedagang pengeluh
jiwa-jiwa lunglai putus asa
berkali benturkan tubuh pada harga yang tak pernah diam
Hidup hanya sekecup buih, kawan
sekejap lenyap kenapa tak kau angankan jadi Tuhan menari riang di awan tak berkawan
GRJS
Penantian
Joseph Viar Suhendar
Perempuan murung itu semalam
tak henti menuliskan nama anaknya
pada jalan yang membentang hitam tak berujung
Ia cemas saat satPol-PP
meyeret anaknya
dibawa entah kemana
Anaknya menghilang pada kelokan jalan itu
Terdengar raung serine seperti
teriakan maling minta amoun saat dipukuli
Nama sekecil pun diucapkannya, kemudian
dilukis matanya yang sayu, bibir pucat dan gemetar
seketika ia pun memekik, terkenang
nasib anaknya yang bekerja sebagai joki.
tangan perempuan itu lunglai, warna hitam, gores lemah
merasa ada benang menusuk, melilit jantungnya
Dan ribuan anak yang senasib dengan anaknya menangis di sisinya
Siapakah yang bisa mengubah kenyataan ini
Mahasiswa, Seniman, Kiyai
Atau ribuan nama partai yang anda dukung
Ahh...entahlah
Aku dan Agnes Monika
Joseph Viar Suhendar
Aku menunggu depan tv
Agnes Monika Cuma lalu
Aku selalu rindu
Dan Agnes Monika tidak tahu
Aku menanti waktu
Waktu aku bertemu
Aku melupakan semua hayalanku
Karena Agnes Monika enggan menatapku
Aku kini berhati pilu
Pada gadis yang tak mau tahu.
GRJS
Joseph Viar Suhendar
sebelum perang itu dimulai
tak henti namamu ku panggil
dengan bisik yang tak pernah reda
kau merasakanya barangkali
tatapanmu tiba-tiba tertuju padakuaku
aku tertergun terserap langkah
dan senyum manismu menyeret tubuhku
tuk terhempas pada pelukmu
saat itu terasa sunyi
dekapmu menggoyangkan keteguhanku
untuk berasing sampai kata itu terhenti
dari pancaran matamu terlontar sebuah kata lewat rasa
entah apa
adegan itu begitu cepat berlalu
kemudian keos
kau melangkah di bawah cahaya lampu
bau tubuhmu tertinggal, menembus lubang pori-poriku
berkata seakan berkata "jika bahu indahmu tak sanggup menanggung beban hidup
sandarkan deritamu pada jembata halte busway atau pada
pondasi mall termegah kota ini."
cinta malang. sayang gamang bergelayut erat pada lamunanberkata seakan berkata " jika bahu indahmu tak sanggup menanggung beban hidup
sandarkan deritamu pada jembatam halte busway atau pada pondasi mall termegah kota ini.
GRJS
TAMAN LAWANG
Joseph Viar Suhendar
Taman lawang itu menganggung dosa sendirian, sering jeritnya
yang rahasia berlari di antara pedagang kaki lima yang diburu
segerombolan trantib
Kau tulis igaunya yang hitam mengendap di bayang-bayang tenda
tak memantulkan cahaya
Ia tulis igaunya yang hitam mengendap di bayang-bayang tenda
tak memantulkan cahaya
ia tulis rahasia syair dendam pada kerling penyayi dangdut lalu
rela cintanya ditukar sebotol minuman beralkohol
Segerombolan lelaki melata di atas perunya
mengukur berapa lelehan keringat pendakian itu
sebelum mengepalkan tinjunya ke langit dan membusungkan dadanya yang kosong
mulutnya yang busuk menumpahkan ribuan belatung dan ulat-ulat
Taman lawang itu membangun sorga dalam genangan air mata
menciptakan sungai sejarah sepanjang abad
GRJS
SURAT DARI HAM
Joseph Viar Suhendar
Dia hanya seekor kelinci dalam hutan belantara
tak ada yang peduli jika mati
diintai beribu pemangsa daging
Apa yang akan kau lakukan jika lapar menyengat lalu melihat seekor kelinci?
Dinding puing tembus bayang
Jalan lengang penuh rintang
Pada secarik kretas nasib ditulis
Namanya dicoret desas-desus
Sudah kami duga
dua jalan takdir bersimpangan
Mereka pilih ke kiri
Dia pasrah ke kanan
dia lengang
hanya menjadi puing dalam kenangan
GRJS
ASESORIS IBU KOTA
Joseph Viar Suhendar
Dalam bening mata Pak Sopir
para penumpang berlarian mengejar mobilnya
Panggilan mereka bukan bisik angin
yang membujuk umur. Terulur
melewati trotoar sepanjang jalan
Ke atas
Angan pun lepas
Putus
Yang tersisa diurat kemudi
hanya Jakarta yang kusut
terlilit berita buruk
Pengamen tua
bersimpuh di kontrakan kumuh
menina bobkan anaknya yang baru empat bulan
Di jalanan istrinya mengejar angkuta umum
hasil kecil
tak pasti
jauh
di atas langit
mereka berdo'a
do'a mereka melewati
pucuk puing gedung DPR
yang garing, hening, ringkih dan letih
GRJS
JAKARTA TRAUMA
Joseph Viar Suhendar
Kau memejam dan tak merasakan usapan tanganku lagi
bekas luka pada tubuhmu
terbayang Semanggi suatu petang
tempatmu menghembuskan napas terakhir
Kini Munir bersama engkau
Sekawanan semut menyeret bangkai nyamuk malam itu
Bayangmu teraba peluh dingin
benci dan gamang merasa terhianati
Pagi
Aku terjaga dari mimpi
Kau bangkit dari dasar cemin
membujukku menulis kisah pilu itu
dan simpan pada memory card
kepala rejim yang berkuasa saat itu
Kawan apakah dengan cara itu
keadilan akan menjadi tegas?
apakah dengan cara itu
kau bisa kembali ke bangku kelasmu?
GRJS
Lajang Tua
Joseph Viar Suhendar
Diam saat ku sapa. Sebelum ia tergeletak di kaki gedung
dadanya memar keningnya retak
entah kapan merencanakanya, mungkin jam 12 atau jam 24
Ruh menghilang sekian tatapan menerka bencana
darah mengalir, tubuh redam seperti papan galiung karam
di dasar teluk
Sering ia impikan kamarnya jadi istana
tidur memeluk cinta, mengakhiri berjuta hari masturbasi
dalam sunyi yang sepi
ketika terjaga hatinya ditempuh galiung pemanggang
tembus melewati kulit punggung
bimbang. Kelantai akhir ia menghantar
berdiri gamang, memandang udara, gelap, hampa dan gila
seakan girang menambalkan tumbal-tumbalnya
ia tidak ingin ingat nanti angan di hapus Tuhan
Dan malaikat itu hampir bosan menunggunya
Menanti berubahnya kontelasi bintang-binatang
di selatan yang tercipta dari oksigen dan cahaya kata-kata
GRJS
ATAU
Joseph Viar Suhendar
Setiap Wahono mengetamkan mobilnya di terminal Blok m
dari balik pintu terminal tiba-tiba muncul seorang laki-laki berseragam tegas
menghadang mobil Wahono. "Pilih tilang atau uang?"
"Beri saya kesempata mengantar para penumpang, agar
tanggung jawab saya berkurang, setelah itu tindaklah saya," Wahono mengiba
Setelah Wahono bicara laki-laki itu menghilang entah kemana
Wahono mengendari mobilnya dengan perasaan was-was:
jangan-jangan laki-laki itu akan menghadang di tengah perjalanan
Apa dosa Wahono? Ia tidak suka berkelahi terkecuali dengan istrinya di tempat tidur
Ketika Wahono mengetamkan mobilnya di terminal Blok m
dari balik pintu terminal tiba-tiba muncul seorang laki-laki berseragam tegas
menghadang mobil Wahono. "Pilih tilang atau uang?"
Wahono panik, ia menjawab sembarangan, "Saya pilih atau!
Laki-Laki itu ngakak, "kau pintar," katanya
Lalu laki-laki itu memukulkan pentungannya pada mobil Wahono sambil berkata, "carilah
bayak penumpang agar SIM dan STNKmu bika kau tebus."
GRJS
BINEKA TUNGGAL IKA
Joseoh Viar Suhendar
Jika kepalanya menunduk
bentuknya mungkin akan mirip Yesus disalib
sayapnya mengembang
jari kakinya mencengkram sebuah tulisan
BINEKA TUNGGAL IKA
Berjuta warna sngin riang menerbangkanya
Tunggu aku sampai mataku berlumut
dan tubuh mengeras besi
aku akan membuat tatapan dan senyum manismu
menuntunku membebaskan kesepianku
Kutuklah aku
jadi butir pasir
jadi lelehan baja
jadi apa saja
yang membuatmu bangga kepada diriku
GRJS
DI TENGAH PEJALANAN
Joseph Viar Suhendar
Ditengah perjalanan antara Blok m dan Pondok Labu
Kami bertemu setelah sekian lama saling menungggu
Ia pulang dari Blok m, aku sedang menuju Blok m
Ia mendadak terhenti, pandangnya ragu
Aku pun tertegun antara gugup dan rindu
"Hey, apa kabar?" Kami sama menyeru
Kami bertubrukan, berpelukan, di pinggir jalan
Waktu itu jam 12 siang
mentari memancar terik
kulit terasa kesat, peluh menembus dari setiap lubang pori-pori
"Jangan ke Blok m, di sana sangat berisik
Lebih baik ikut aku ke Pondok labu rumahku jauh dari keramaian pasar."
"Tapi Pondok Labu juga tak berawan sampai di sana kau akan tambah berkeringat
ikutlah aku jalan-jalan di Blok m Plaza, gerahmu akan kuredakan di twenty one."
Kami bersitegang seteru seperti seperti ingin saling mengalahkan
"Kau memang bangsat. Bertahun-tahun aku menunggu di Pondok Labu,
kau enak enak bermain di bermain di Mahakam."
"Kau sangat keparat. Bertahun-tahun aku menunggu di terminal blok m
kau enak-enak bermain di seputar Melawai."
"Bagaimana kalau kita gelut di Melawai?"
"Ah, lebih seru berkelahi di Hotel Mahakam."
Di tengah perjalanan antara Blok m dan Pondok Labu
Kami tak tahu siapa yang akan mampus duluan
GRJS
BERAKIT-RAKIT KE HULU BERENANG-RENANG KE TEPIAN
Joseph Viar Suhendar
Kubiarkan subur semua angan liar di tubuh yang kering ini
Setiap hari raya sentuhlah para pengemis
yang gemetar menanti keajaiban alam
lalu citaku melunaskan penantian itu
Ratusan waktu hanya berakhir sepersekian derik jariku
Kubayangkan kekayaan melimpah kumiliki sampai mati
tak ingin ku sadari makna
berakit rakit ke hulu berenang renang ke tepian
sadar diriku bodoh bagai serangga dungu
mengendap di antaramu yang cerdas
Aku pasti akan membuatmu iri
mengakhiri cerota kelasik ini
menggantinya oleh tertawa yang meneteskan air mata
menciptakan syair yang berbeda
ketiks ku tempuh hidup baru sepanjang jarak riwatku
GRJS
AKU
Joseph Viar Suhendar
Jadi budak yang cerdik
atau Presidaen yang licik
Sungguh ini pilihan yang sulit
dalam ruang hidupku yang sempit
Seseorang berbisik, lirih menahan lelah
solah membawa perintah dari jauh
"Apalah arti kalah, pastikanlah langkah."
Namun aku bimbang
takut permainan
perlahan jadi gaib
salah langkah dipenjara
Pikiran letih meraba arah angan
ingatan sesat dalam kota yang sesak
Aku kembali membaca kisah-kisah
Presidan yang mabuk tepuk tangan
Sekarang ia terbuang
matanya retak, merindu waktu kejayaan
menulis risalah tentang pasrah
dari awal sebab yang tak terjawab
GRJS
AKU
Joseph Viar Suhendar
Jadi budak yang cerdik
atau Presidaen yang licik
Sungguh ini pilihan yang sulit
dalam ruang hidupku yang sempit
Seseorang berbisik, lirih menahan lelah
solah membawa perintah dari jauh
"Apalah arti kalah, pastikanlah langkah."
Namun aku bimbang
takut permainan
perlahan jadi gaib
salah langkah dipenjara
Pikiran letih meraba arah angan
ingatan sesat dalam kota yang sesak
Aku kembali membaca kisah-kisah
Presidan yang mabuk tepuk tangan
Sekarang ia terbuang
matanya retak, merindu waktu kejayaan
menulis risalah tentang pasrah
dari awal sebab yang tak terjawab
GRJS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar